Berita

Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveilance/EBS) untuk Kewaspadaan Penyakit

Dilihat 1065 kali   13/09/2024 09:36:11 WIB

Tim Website Dinkes

Pasca pandemi Covid-19, sejak 2023 bermunculan penyakit yang ‘seolah sebelumnya telah hilang’. Di Kota Yogyakarta sampai dengan bulan Agustus tahun 2024 tercatat 16 event/kejadian penyakit yang saat pandemi tidak ditemukan dan 2 kejadian keracunan pangan, yakni ; Pertusis 4 Kasus, Mpox 2 Kasus, HFMD 1 kasus, Campak 1 kasus, Parotitis 2 kasus, Leptospirosis 4 kasus dan Varisela 1 kasus. Munculnya kasus tersebut terdeteksi dengan pelaksanaan Surveilans berbasis kejadian (Event Based Surveilance/EBS).

 

img_20240913093843_image.png
dr. Lana Unwanah, Kabid P2P PD SIK Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta memberikan pengarahan untuk Epidemiolog Puskesmas dan Surveilans Kelurahan

Ditemukaannya penyakit setelah terjadi event sakit pada penderita tidak menunjukkan lemahnya surveilans berbasis indikator (Indikator Based Surveilans) yang didasarkan data-data rutin dan terstruktur. Namun kedua jenis surveilans tersebut bersifat komplementer atau saling melengkapi saat surveilans berbasis indikator tidak bisa ‘menangkap’ dari data rutin karena terjadinya event penyakit tergantung banyak variabel.

Sebagai contoh ; Terjadinya penularan mumps/parotitis atau gondongan

Penularan parotitis (gondongan) dapat terjadi pada saat surveilans berbasis indikator (Indikator Based Surveilans/IBS) telah berjalan secara baik dimana faktor risiko (yang berpengaruh terhadap kejadian parotitis) secara rutin diamati dari data-data primer pasien di puskesmas.

Munculnya parotitis (gondongan) bisa terjadi karena adanya mobilitas (kunjungan), interaksi orang dari internal dan/atau luar daerah yang sedang terjadi kasus parotitis sehingga terjadi penularan.

Indikator Based Surveilans (IBS) tidak menangkap mobilitas (kunjungan) dan interaksi orang yang berisiko penularan, maka tertangkapnya orang dengan kesakitan parotitis secara cepat melalui Event Based Surveilance/EBS menjadi penting sebagai upaya pencegahan dan pengendalian.

 

img_20240913094628_WhatsAppImage2024-09-13at09.45.48_64cbb1be.jpg
Pembedahan vektor Leptospirosis (tikus) untuk mengetahui bakteri Leptospira dan upaya tindak lanjut pencegahan penularan Leptospirosis

“Surveilans berbasis kejadian (Event Based Surveilance/EBS) telah berjalan baik di Kota Yogyakarta, sehingga dapat menangkap kemunculan penyakit secara cepat. Namun dalam rangka kewaspadaan terhadap munculnya penyakit menular di masa depan Surveilans Berbasis Kejadian atau Event Based Surveilance/EBS perlu dikuatkan dengan penguatan kepekaan penangkapan sinyal penyakit dan faktor risiko penyakit di masyarakat”, jelas dr. Lana Unwanah Kabid P2P PD SIK Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

Penjelasan Kabid P2P tersebut disampaikan saat memberikan pengarahan kepada Epidemiolog Puskesmas dan Petugas Surveilans Kelurahan pada kegiatan Pelatihan Investigasi Wabah/KLB dan Pelaporannya, Rabu, 11 September 2024 yang diselenggarakan oleh Tim Kerja Surveilans PD SIK Dinas kesehatan Kota Yogyakarta tersebut di hadiri Epidemiolog dari 18 Puskesmas dan Surveilans dari 45 Kelurahan di Kota Yogyakarta.

“Adanya sinyal penyakit atau faktor risiko penyakit yang berupa informasi, berita kesakitan, rumor dan informasi yang ada di masyarakat, segera lakukan konfirmasi, diskusikan secara berjenjang dan melaporkan adanya kejadian”, lanjut dr. Lana.

(shol)